MEDAN –
Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) melalui Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) menjatuhkan sanksi demosi selama tiga tahun kepada Kompol Dedi Kurniawan dalam sidang kode etik yang digelar pada Rabu (29/10/2025).
Informasi tersebut disampaikan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Ferry Walintukan, melalui Kasubbid Penmas, AKBP Siti Rohani Tampubolon, saat dikonfirmasi wartawan.
“Sidang terhadap Kompol Dedi Kurniawan telah diputus dengan sanksi demosi selama tiga tahun. Yang bersangkutan mengajukan banding atas putusan tersebut,” ujar AKBP Siti Rohani, Rabu (29/10).
Keputusan ini menjadi sorotan publik lantaran kasus yang menyeret perwira menengah tersebut sempat menghebohkan dunia maya beberapa waktu lalu.
Dedi Kurniawan, yang menjabat Kanit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut, diperiksa Bid Propam atas dugaan pelanggaran kode etik terkait penangkapan seorang warga Tanjungbalai bernama Rahmadi pada Maret 2025.
Sebelumnya, beredar rekaman CCTV yang memperlihatkan dugaan kekerasan dalam proses penangkapan Rahmadi. Video tersebut viral di media sosial dan memunculkan gelombang kritik terhadap penegakan hukum di lingkungan kepolisian.
Meski telah melalui sidang etik, hasil putusan berupa demosi tiga tahun dinilai terlalu ringan oleh pihak kuasa hukum Rahmadi.
Kuasa Hukum Sebut Putusan Mencederai Rasa Keadilan
Pengacara Rahmadi, Ronald M. Siahaan, SH, MH, menyampaikan kekecewaannya atas hasil sidang etik tersebut.
“Putusan demosi tiga tahun merupakan keputusan paling buruk dari majelis kode etik yang juga buruk,” tegas Ronald.
Menurutnya, sanksi ringan tersebut tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh Kompol Dedi.
“Kompol Dedi diduga telah merekayasa kasus narkoba dengan membawa sendiri barang bukti, melakukan penganiayaan sejak penangkapan hingga penahanan di Mapolda Sumut, bahkan menguras isi rekening korban. Seharusnya ia diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH), bukan hanya didemosi,” ujarnya.
Ronald menambahkan, akibat tindakan tersebut, Rahmadi kini harus menjalani hukuman sembilan tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai.
“Di mana rasa keadilan itu? Kompol Dedi hanya didemosi tiga tahun, sementara Rahmadi menderita sembilan tahun di balik jeruji karena kasus yang diduga direkayasa. Ini jelas melanggar hak asasi manusia,” imbuhnya dengan nada kecewa.
Preseden Buruk Bagi Penegakan Hukum
Lebih jauh, Ronald menilai keputusan ini menjadi preseden buruk bagi lembaga kepolisian dan dunia peradilan di Indonesia.
“Bagaimana publik bisa percaya pada sistem penegakan hukum jika pelanggaran seberat itu hanya berujung demosi? Ini mencoreng upaya reformasi di tubuh Polri,” tandasnya.
Meski demikian, hingga kini Kompol Dedi Kurniawan masih memiliki hak hukum untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Sementara itu, Bid Propam Polda Sumut menegaskan bahwa seluruh proses telah dilakukan sesuai prosedur internal dan mekanisme hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi perhatian luas publik dan diharapkan dapat menjadi momentum introspeksi bagi aparat penegak hukum agar tetap menjunjung tinggi profesionalisme, keadilan, dan integritas dalam setiap tindakan.(red/sib)
Foto: Istimewa








































